MHNews.- Bupati Indramayu, Nina Agustina mengungkapkan rasa empati yang sangat dalam atas nasib yang menimpa Pekerja Migran Indonesia (PMI) Reni yang mengalami penyiksaan oleh majikannya di Taiwan.
“Miris mendengar kabar ini dan saya sangat empati kepada Reni. Dia itu pahlawan bagi keluarganya. Bahkan bagi negara, Reni adalah pahlawan devisa. Karenanya, tak seharusnya ia mendapat perlakuan keji tak manusiawi,” ungkap Bupati Nina Agustina, sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Indramayu, Erpin Marpinda, S.Sos., S.H., M.H. kepada MHNews, Selasa (21/6).
Bupati Nina meminta Dinas Tenaga Kerja terus memantau dan memfasilitasi penyelesaian masalah Reni, seperti pemulangan ke tanah air. “Terpenting lagi, hak-haknya sebagai pekerja (upah) harus diperjuangkan sampai berhasil,” tegasnya.
Agar peristiwa serupa tidak menimpa PMI lainnya, khususnya asal Indramayu, Bupati Nina meminta Dinas Tenaga Kerja Indramayu melakukan langkah reformatif dalam hal pemberangakatan PMI, khususnya untuk tenaga asisten rumah tangga.
Sangat rentang terjadi kekerasan dan pelecehan kepada PMI yang bekerja di sektor informal seperti asisten rumah tangga. Pengawasan dan perlindungan kepada mereka juga lebih sulit dibandingkan dengan PMI sektor formal. Salah satu solusinya, setiap calon tenaga kerja (PMI) agar diberikan bekal kemampuan atau skill yang mumpuni.
“Itulah pentingnya ada BLK atau LLK. Di Lembaga ini para calon PMI bisa dibekali berbagai kemampuan, seperti kemampuan berbahasa (komunikasi), pengenalan kultur dan budaya negara setempat, sikap, prilaku, dan khusus untuk calon asisten rumah tangga dibekali kemampuan yang berkaitan dengan kerumahtanggaan,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, ada lima fakta terbaru dari kasus Reni. Pertama, Reni diberangkatkan melalui PT Vita Melati Indonesia pada tahun 2019. Tercatat selama jadi PMI, Reni bekerja di dua majikan. Penyiksaan terjadi setelah bekerja pada majikan kedua mulai tahun 2021.
Kedua, penyiksaan terhadap Reni terungkap tanggal 14 Juni 2022 melalui kiriman video kepada keluarganya dari pegiat PMI di Taiwan. Faisal dari pihak PMI mengungkap, penyiksaan terjadi karena hal sepele, memecahkan gelas. Karena kesalahannya ini Reni diminta ganti rugi Rp 500.000.000,00.
Ketiga, karena tidak mampu memberi ganti rugi, Reni akhirnya mengalami kekerasan fisik: dipukul, disiran air panas, bahkan sampai dipaksa makan kotoran anjing. Keempat, Reni dirawat di RS Taiwan. Sedangkan majikannya sudah dilaporkan kepada Kepolisian Taiwan.
Kelima, pihak keluarga minta agar Reni dipulangkan ke tanah air, hak-haknya agar dipenuhi, dan majikannya di Taiwan agar mendapatkan tindakan hukum. (wi)