mhnews.id.- Ketika yang ada di otak dan hati hanya uang maka segala cara akan dilakukan untuk mendapatkannya. Tak perduli benar atau salah, yang penting tujuan tercapai dan pundi-pundi bisa makin menggunung.
Hal inilah yang dilakukan Dedi Susanto, Pjs. Senior Manager Operation and Manufacturing PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU VI Balongan bersama teman-temannya. Mereka merampok uang sebesar Rp 8,1 miliar justru pada saat kilang sedang mengalami musibah besar, yaitu tanki terbakar.
Bahkan yang lebih miris lagi, Dedi Susanto dan temannya Sabar Sundarelawan, Singgih Yudianto, Imam Fauzi, dan Andrian Cahyanto merampok uang sebanyak Rp 8,1 miliar dengan dalih untuk kepentingan penanganan kasus kebakaran kilang tersebut. Luar biasa!
Tipu muslihat Dedi Susanto untuk merampok uang sebanyak Rp 8,1 miliar tersebut terungkap dalam sidang dakwaan yang digelar Pengadilan Tipikor, Serang, Banten Rabu (3/8).
Dilansir mhnews.id dari detik.com, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Subardi mengatakan Dedi, Sabar, Singgih, dan Imam menggunakan jabatannya untuk menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) pada 29 Juli 2021 atas spesifikasi beberapa pekerjaan software di KPI RU VI Balongan kepada PT AKTN.
Subardi mengatakan perbuatan para terdakwa ini bermula dari terdakwa Sabar yang bertemu dengan terdakwa Andrian yang membahas kerja sama bisnis bidang teknologi informasi khususnya digitalisasi kilang. Pertemuan itu dilanjutkan dengan dibuatnya MoU antara PT IAS sebagai anak perusahaan Pertamina dengan PT AKTN.
Proyek ini juga ditawarkan kepada saksi Djoko Priyanto selaku Direktur PT Kilang Pertamina Internasional. Kerja sama bisnis dua perusahaan ini pun disambut baik.
Terdakwa Dedi, lanjut JPU, kemudian menyusun rencana PT IAS sebagai pelaksana pekerjaan. Ia juga meminta Singgih, Imam, Andrian agar segera merealisasi percepatan pekerjaan dan realisasi anggaran.
“Terdakwa Dedi meminta agar segera melakukan percepatan pekerjaan dan realisasi pembayaran dari PT IAS ke PT AKTN karena kebutuhan dana untuk penanganan kasus kebakaran Kilang Pertamina VI Balongan sudah mendesak,” kata Subardi.
Dari situ kemudian terbit dan ditandatangani 5 SPK dan pembayaran uang muka 50 persen. Padahal penerbitan SPK itu, kata JPU, tanpa melalui tahapan pengadaan barang dan jasa. Termasuk tidak ada prosedur pengecekan dan PT AKTN yang tidak terdaftar sebagai daftar vendor di PT IAS.
Perbuatan para terdakwa sendiri diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 3, atau kedua Pasal 12 B atau ketiga Pasal 11 Undang-Undang Tipikor. (wi)