SEORANG sahabat bertanya, “Banyak orang yang taat beribadah, bahkan dapat dikategorikan sholeh dan taqwa. Namun dia hidupnya susah, bahkan miskin. Mengapa?” Bukankah orang taqwa dan sholeh doanya mustajab? Mungkinkah dia tidak berdoa untuk kebaikan dan kesenangan dunianya?”
Rentetan pertanyaan yang setengah menggugat itu tentu ada juga dalam benak kebanyakan orang, terlebih yang sudah merasa dekat dengan Allah Azza wa jalla, ahli ibadah, sholat, puasa, dan amalan-amalan sunnah lainnya namun masih mendapat ujian dalam bentuk kesulitan dunia.
Pertanyaan ini bahkan juga muncul pada zaman perjuangan Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa ssallam saat menegakan Syariat Islam. Banyak sahabat yang hampir tidak sanggup menghadapi beratnya ujian dan mereka juga menggugat, “Mengapa Alloh Azza wa jalla memberikan kesulitan.”
Maka Alloh Azza wa jalla menjawab pertanyaan itu dengan sebuah firman-Nya:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Q.S. Al- ‘Ankabut: 2).