Fudhail bin Iyadh rahimahullah tentang tawâdhu’ memaknai tawadhu sebagai tunduk dan patuh pada kebenaran. Menerima kebenaran dari siapapun yang menyampaikannya, walaupun dari anak kecil. Dan seandainya menerima dari orang yang paling bodohpun dia menerimanya!
Sedangkan Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan hakikat tawâdhu’ dan memberikan penjelasan perbedaannya dengan menghinakan diri (al-Muhânah) dengan menyatakan, tawâdhu’ muncul dari ilmu pengetahuan tentang Allâh Azza wa Jalla.
Lalu mengenal nama dan sifat-Nya, pengagungan, kecintaan dan penghormatannya dan dari pengetahuan tentang dirinya dan jiwanya secara rinci serta aib-aib amalan serta perusaknya. Muncullah dari ini semua sifat tawâdhu’.
Tawâdhu’ adalah hati yang merendah karena Allâh Azza wa Jalla dan rendah hati serta penuh rahmat kepada hamba-Nya, sehingga tidak memandang dirinya memiliki kelebihan atas seorangpun dan tidak memandang ia memiliki hak atas orang lain.