Itulah pahala bagi orang yang berbuat ikhlas, yaitu orang-orang yang memurnikan amal-amal mereka hanya untuk Allâh Azza wa Jalla, bukan untuk yang lain seperti berhala atau karena riya.
Makna ini berdasarkan qirâ’ah (bacaan) yang mengkasrah huruf laam pada kata al-mukhlishin. Dan ini adalah qirâ’ah yang mutawatir. Di antara para Ulama yang membaca dengan cara ini adalah Imam Ibnu Katsîr, Abu ‘Umar, Ibnu ‘Amir dan Ya’qûb.
Di antara buah keikhlasan dan keberkahannya adalah kesungguh-sungguhan pelakunya dalam melakukan ketaatan akan diberi pahala, meskipun amalnya kurang atau tidak mampu beramal. Yahya bin Katsîr berkata, “Pelajarilah niat, karena sesungguhnya ia lebih mendasar daripada amalan itu sendiri.” [Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam, 1/70.]
Sementara kehilangan keikhlasan akan menyebabkan pelakunya tetap berdosa, meskipun ia mengerjakan amalan yang paling utama. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla telah memberikan ancaman bagi orang-orang yang berbuat riya’ dalam shalatnya, dengan firman-Nya: