Ketiganya yakni kesamaan dua nama usulan dari tiga partai pengusung (PDIP, Gerindra, dan Nasdem), kesediaan bupati meneruskan usulan dua nama tersebut ke DPRD, dan DPRD melaksanakan rapat paripurna pemilihan sesuai kourum yang diatur dalam tata tertib DPRD.
Tentu rumit mempertemukan titik kesamaan kepentingan politik tiga pihak di atas. Dialektika politik memang rumit dan “asyik” untuk dirumit-rumitkan, sebab politik selalu potensial menghadirkan kejutan tak terduga.
Dalam konteks ini misalnya, nama unggulan dikalahkan calon pendamping dalam voting paripurna pemilihan di DPRD. Hal ini pernah terjadi bukan saja di era Orde Reformasi bahkan di era rejim Orde Baru dengan sistem remote kontrol politik dari atas sekalipun.
Terlepas dari persoalan kerumitan-kerumitan prosedural politis di atas, pertanyaannya apa urgensi politik untuk mengisi jabatan yang ditinggalkan Lucky Hakim? Apa parameter indikatif atas kebutuhan mengisi jabatan tersebut?