Karena percaya, Wahidin pun menyanggupinya dan menyerahkan uang tersebut di ruang kerja SW kepada perempuan berinisial NY, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Mabes Polri.
Berselang beberapa jam, SW kembali meminta Wahidin untuk menyetorkan uang. Kali ini senilai Rp 100 juta. Wahidin kemudian mencari pinjaman uang dengan cara menggadaikan sertifikat rumahnya.
Tak sampai di situ, SW berkali-kali meminta uang kepada Wahidin. Alasannya antara lain untuk biaya bimlat atau bimbingan latihan, untuk biaya psikotes, maupun untuk panitia seleksi penerimaan anggota Polri tahun itu.
Harum menuturkan, meski Wahidin telah mengeluarkan uang sebesar Rp 310 juta, tetapi putranya gagal menjadi bintara Polri. Putranya pun harus pulang sejak tes tahap pertama, yakni kesehatan.