Megawati tidak mengayun kapak amuk marah. Ia hanya mengelus dada, menahan rasa sakit yang kian mendera badan dan pikirannya. Semua ongkos politik dengan segala tetangkel yang ada, telah ia bayar.
Untuk urusan ini, saya pernah mendengar metafora yang menyentuh batin. Ketika Jokowi maju sebagai calon Wali Kota Solo, gelas berisi seperempat air yang hendak diminum kadernya di Solo, tetapi Jokowi haus tak kepalang, maka air itu batal diminum oleh kader PDI-P, tetapi diberikan ke Jokowi.
Beberapa tahun kemudian, Jokowi haus lagi, ingin menjadi Gubernur DKI. Air minum yang berisi setengah gelas, hendak diminum oleh orang lain, tetapi demi Jokowi, Megawati menyerahkan segelas air tersebut ke dirinya. Bukan ke orang lain.
Kini, gelas berisi penuh air, hendak diminum sendiri oleh Megawati dan ia pun mendekatkan gelas tersebut ke bibirnya, tetapi Jokowi haus lagi, Megawati mengurungkan niat meminum air tersebut. Ia ikhlas menyerahkan lagi segelas air itu kepada Jokowi. No problem.