ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘ALAMIN. Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. [Q.S. Al-Fatihah: 5].
Mengamalkan Surat Al-Fatihah ayat kelima di atas adalah sebuah keniscayaan bagi seorang Muslim karena hal itu berkaitan dengan Tauhid. Ketika seorang Muslim beribadah dan memohon kepada selain Alloh Azza wa Jalla maka rusaklah akidah atau Tauhidnya.
Lebih dari itu, bahkan jika seorang Muslim menyembah dan memohon pertolongan atau bergantung kepada selain Alloh Azza wa Jalla maka perbuatan itu syirik yang paling buruk dan hukumnya haram.
Para sahabat Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam sangat menjaga Tauhidnya. Utsman bin Mazh’un adalah salah seorang sahabat yang sangat menjaga Tauhidnya termasuk dari perbuatan atau tindakan yang dianggap biasa oleh sebagian Muslim.
Dikisahkan, Utsman bin Mazh’un setelah hijrah lalu kembali memasuki Makkah. Padahal ketika itu Makkah masih dikuasai orang-orang kafir sehingga keselamatan jiwa, raga, dan terutama Tauhidnya terancam.
Beruntung Utsman bin Mazh’un memiliki paman yang mau menjamin keselamatannya, yaitu al-Walid bin al-Mughirah. Dengan perlindungan saudaranya itu maka Utsman bin Mazh’un selama di Makkah dalam keadaan aman.
Berbeda dengan Utsman bin Mazh’un, para sahabat lainnya saat kembali ke Makkah justru mendapat teror bahkan siksaan fisik yang luar biasa dari kaum kafir. Ini terjadi karena mereka tidak ada yang menjamin.
Menyadari hal ini Utsman bin Mazh’un pun lalu mendatangi pamannya dan berkata, “Wahai Abu Abdi Syam, engkau telah memenuhi tanggungjawabmu (sebagai paman), cukup sampai di sini suaka (perlindungan) yang engkau berikan kepadaku.”
Al-Walid bertanya, “Kenapa demikian wahai keponakanku? Apa ada salah seorang kaumku yang mengganggumu, (sehingga memaksamu mengucapkan demikian)?” tanya al-Walid.
Utsman bin Mazh’un menjawab, “Tidak! Tetapi aku hanya ingin menyerahkan suakaku (perlindunganku) kepada Alloh Azza wa Jalla, bukan kepala selain-Nya.”
Setelah tidak lagi dalam perlindungan pamannya, Ustman bin Mazh’un ternyata mendapat perlakuan teror bahkan siksaan fisik dari kaum kafir sebagaimana dialamai sejawatnya (sahabat). Akibat penganiayaan fisik itu membuat sebelah mata Ustman bin Mazh’un terluka.
Pada saat itulah al-Walid bin al-Mughirah menawarkan diri untuk kembali menjamin Ustman bin Mazh’un. “Wahai keponakanku, kembalilah kamu kepada jaminan perlindunganku,” bujuknya.
“Tidak! Sesungguhnya aku akan tetap ada dalam jaminan (perlindungan) Alloh Azza wa Jalla yang lebih mulia dan yang lebih kuat daripadamu, wahai pamanku,” dengan tegas Ustman bin Mazh’un menolak tawaran pamannya itu.
Kesholehan dan keteguhan akidah atau Tauhid Ustman bin Mazh’un ini menjadi teladan bagi para sahabat Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam. Cobaan berupa siksaan, penderitaan, bahkan kesenangan duniawi tidak menggoyahkan akidah dan Tauhidnya.
Karena keteguhan akidah dan Tauhidnya itulah Ustman bin Mazh’un menjadi salah seorang sahabat yang saat mafatnya didekap Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam. Beliau pula sahabat pertama yang dimakamkan di Baqi.
Penulis: Wawan Idris