ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘ALAMIN. Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Seringkali kita mendengar kisah ahli ibadah yang masuk neraka, sebaliknya ahli maksiat masuk sorga.
Sepertinya kisah ini menyiratkan ketidakadilan Alloh Azza wa Jalla. Koq bisa ahli ibadah masuk neraka, sebaliknya ahli maksiat masuk sorga?
Ahli ibadah masuk neraka, karena ibadahnya menjadi kebanggannya. Karena ibadahnya, ia mewarisi sifat riya, sombong, ujub, bahkan tidak lagi takut kepada-Nya. Ia merasa Alloh Azza wa Jalla begitu dekat dan sayang kepada dirinya.
Bahkan lebih dari itu, karena ibadahnya tidak sesuai sunnah Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa salam dan karena merasa jadi ahli ibadah ia tak sadar mengambil hak Alloh Azza wa Jalla.
Sebagaimana dikisahkan, Abu Hurairah r.a. berkata: “… dahulu di kalangan umat Bani Israil terdapat dua orang lelaki. Salah seorangnya rajin beribadah, sedangkan yang lainnya zalim terhadap dirinya sendiri, dia ahli maksiat.”
Suatu hari si ahli ibadah melihat saudaranya si ahli maksiat melakukan perbuatan dosa yang menurut penilaiannya sangat besar.
Maka dia berkata, “Hai kamu, hentikanlah perbuatanmu.” Dan orang yang ditegurnya menjawab, “Biarlah aku, ini urusan Tuhanku, apakah engkau diutuskan sebagai pengawasku?”
Si ahli ibadah berkata, “Demi Allah! Semoga Allah tidak memberi ampunan kepadamu, atau semoga Allah tidak memasukkanmu ke syurga untuk selama-lamanya.”
Abu Hurairah melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Allah Azza wa Jalla mengutus seorang malaikat untuk mencabut nyawa kedua orang tersebut, dan keduanya berkumpul di hadapan-Nya.
Allah Azza wa Jalla berkata kepada pendosa, “Pergilah, dan masuklah ke dalam surga karena rahmat-Ku.”
Sedangkan kepada ahli ibadah Allah ta’alla berkata, “Apakah kamu merasa alim? Apakah kamu mampu meraih apa yang ada di tangan kekuasaan-Ku? Bawalah dia ke dalam neraka!”
Saudaraku, ketika merasa jadi ahli ibadah kerap jadi lalai, riya, sombong, ujub, dan tak sadar mengambil hak Alloh Azza wa Jalla sebagaimana kisah di atas. Karena sifatnya itulah, maka rusak dan bahkan hancurlah nilai-nilai ibadah dan pahalanya.
Sebaliknya ahli maksiat bisa masuk sorga. Karena kemaksiatannya mewarisi sifat takut kepada Alloh Azza wa Jalla. Ia begitu takut yang sangat takut. Karena takutnya ia akhirnya bertaubat, taubatan nasuha kepada Alloh Azza wa Jalla.
“… kecuali mereka yang telah bertobat, mengadakan perbaikan dan menjelaskan (nya), mereka itulah yang Aku terima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.” [Al-Baqarah: 160].
Saudaraku, ahli maksiat yang bertaubat, maka dalam proses taubatnya cenderung akan selalu dihantui dosa-dosanya. Karena perasaan ini, maka ia juga akan terus menjaga taubatnya dan berusaha sekuat-kuatnya untuk tidak kembali mengulangi kemaksiatannya.
Selain itu pertaubatan ahli maksiat juga cenderung disembunyikan. Ia menyadari pertaubatannya itu akan mendapat banyak cibiran, gunjingan, dan bahkan cacian masyarakat. Karenanya ia akan merasa malu menampakkan taubatnya dan akan selalu tawadlu.
Berkaitan dengan hal ini kita sering mendengar gunjingan teman sejawat bahkan kerabat, atau mungkin kita sendiri.
“Dia itu sekarang kelihatannya saja alim, rajin ke masjid, ngaji, ibadah, berbuat baik…. Padahal masa lalunya…, hem…,” tuturnya dengan ekspresi sinis tingkat tinggi.
Atau kita juga sering mendengar, “Setelah bangkrut saja dia itu mau ke masjid, baik kepada orang. Sebelumnya…, semua orang juga tahu,” katanya sarkas. Dan banyak lagi ungkapan senada yang pada intinya mencela, menggunjing, dan mencibir.
Saudaraku, kisah ini mengandung celaan kepada seseorang yang mengklaim dirinya sebagai hakim kebenaran.
Kisah tersebut memberikan faidah bahwa seseorang yang memastikan orang lain masuk surga atau neraka, berarti dia telah mengakui memiliki bahkan mengambil sifat Alloh Azza wa Jalla.
Semoga kita tidak sombong, bangga, ujub, takjub dengan ilmu dan amal kita. Karena ilmu dan amal adalah semata untuk mendapatkan rahmat dan keridaan Allah Azza wa Jalla dan lebih mengenali-Nya. Wallahu a’lam.
Penulis: Wawan Idris