30.8 C
Indramayu
Rabu, April 9, 2025


Taat Beribadah, Sholeh, dan Taqwa tetapi Hidup Susah serta Banyak Ujian, Mengapa?

ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘ALAMIN. Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Seorang sahabat bertanya, “Banyak orang yang taat beribadah, bahkan dapat dikategorikan sholeh dan taqwa.

Namun dia hidupnya susah, bahkan miskin. Mengapa?” Bukankah orang taqwa dan sholeh doanya mustajab? Mungkinkah dia tidak berdoa untuk kebaikan dan kesenangan dunianya?”

- Advertisement -

Rentetan pertanyaan yang setengah menggugat itu tentu ada juga dalam benak kebanyakan orang, terlebih yang sudah merasa dekat dengan Allah Azza wa jalla, ahli ibadah, sholat, puasa, dan amalan-amalan sunnah lainnya namun masih mendapat ujian dalam bentuk kesulitan dunia.

Pertanyaan ini bahkan juga muncul pada zaman perjuangan Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa ssallam saat menegakan Syariat Islam. Banyak sahabat yang hampir tidak sanggup menghadapi beratnya ujian dan mereka juga menggugat, “Mengapa Alloh Azza wa jalla memberikan kesulitan.”

Maka Alloh Azza wa jalla menjawab pertanyaan itu dengan sebuah firman-Nya: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? [Q.S. Al- ‘Ankabut: 2].

Mengapa kita yang sudah beribadah masih diuji bahkan tidak jarang ujiannya masuk kategori berat? Imam Al Qurthubi memberikan jawaban yang singkat namun sangat jelas sebagai berikut: Agar menjadi jelas siapa yang benar-benar beribadah dan yang berpura-pura.

Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa ssallam bahkan bersabda: “Manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian orang di bawahnya, kemudian di bawahnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai tingkat agamanya. Jika keyakinan agamanya kuat maka berat pula ujiannya.

Jika keyakinannya lemah maka sesuai dengan keyakinan agamanya. Ia akan terus diberi ujian hingga ujian sudah meninggalkan dia berjalan di atas bumi dalam keadaan tidak memiliki kesalahan.” [H.R. Ahmad, Bukhari, Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Sa’ad].

Tidak berhenti sampai di situ Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa ssallam pun memberi tuntunan kepada ummatnya untuk mengatasi ‘kegundahan’ karena merasa sudah jadi ahli ibadah, sholeh dan taqwa namun tetap hidup susah dan penuh dengan ujian.

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” [H.R. Ahmad 4: 145].

Sedang bagi pemuja kebaikan dan kenikmatan dunia sesungguhnya Alloh Azza wa jalla akan memberikannya sesuai keinginannya, namun janganlah berharap ia akan mendapatkannya di akhirat. Alloh Azza wa jalla berfirman:

“… Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia, dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun”. [Q.S. Al-Baqarah: 200].

“Dan kemudian dikatakan kepada orang yang betaqwa, “Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Kebaikan.” Bagi orang yang bebuat baik di dunia ini mendapatkan (balasan) yang baik. Dan sesungguhnya negeri akhirat pasti lebih baik. Dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang betawa.” [Q.S. An-Nahl: 30].

Karenanya, dua firman Alloh Azza wa jalla ini cukuplah meneguhkan kembali keraguan dan kegundahan kita manakala diterpa pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Cukuplah untuk menguatkan bahkan mengokohkan kembali keimanan yang melemah karena bisikan syetan.

Penulis: Wawan Idris

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terpopuler