ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘ALAMIN. Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Sadarkah kita, bahwa setiap diri ini memiliki musuh besar?
Musuh yang sangat menginginkan kita sesat dan celaka. Musuh yang tidak terlihat, tapi memiliki banyak tipu-daya dan cara untuk mencapai tujuannya. Itulah syaithan (setan).
Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan manusia agar tidak tergoda olehnya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah berhasil mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga.” [Q.S. al-A’râf: 27].
Oleh karena itu, dengan rahmat-Nya, Allâh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan manusia untuk menjadikan syaithan sebagai musuh. Karena memang sebenarnya, syaithan musuh bagi manusia.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh nyata bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” [Q.S. Fâthir: 6].
Bagaimana sepak terjang musuh terhadap lawannya? Semua orang sudah tahu jawabannya yaitu berusaha sekuat tenaga agar lawannya ditimpa segala keburukan dan terlepas dari semua kebaikan.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengomentari ayat di atas, “Perintah Allâh untuk menjadikan syaithan sebagai musuh ini sebagai peringatan agar (manusia) mengerahkan segala kemampuan untuk memerangi dan melawannya.
“Dengan demikian syaithan itu seolah-olah musuh yang tidak pernah berhenti dan tidak pernah lalai”. [Zâdul Ma’âd, III/6].
Dikutip dari tulisan Ustadz Abu Ismail Muslim Al-Atsari dalam almanhaj.or.id., saat menjalankan aksinya menyesatkan dan membinasakan manusia, syaithan memiliki dua senjata yaitu syubhat dan syahwat.
Oleh karena itu, orang yang ingin selamat harus berjihad melawan syaithan dengan bersenjatakan ilmu dan mentazkiyah (membersihkan) jiwanya.
Ilmu nafi’ (yang yang bermanfaat) akan membuahkan rasa yakin, yang akan menolak syubhat. Sedangkan tazkiyatun nafs akan melahirkan ketakwaan dan kesabaran, yang membuatnya mampu mengendalikan syahwat.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Jihad melawan syaithan memiliki dua tingkatan: Pertama, menolak syubhat dan keraguan yang dilemparkan syaithan kepada hamba;
Kedua, menolak syahwat dan keinginan-keinginan jelek yang dilemparkan syaithan kepada hamba. Jihad yang pertama akan diakhiri dengan keyakinan, sedangkan jihad yang kedua akan diakhiri dengan kesabaran.
Allâh Azza wa Jalla berfirman: “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” [Q.S. as-Sajdah: 24].
Allâh Azza wa Jalla memberitakan bahwa kepemimpinan agama hanya bisa diraih dengan kesabaran (dan keyakinaan), kesabaran akan menolak syahwat dan keinginan-keinginan jelek, dan keyakinan akan menolak keraguan dan syubhat.” [Zâdul Ma’âd III/10].
Jadi senjata manusia untuk melawan syaithan adalah ilmu dan kesabaran. Ilmu yang bersumber dari kitabullâh dan sunnah Rasul-Nya. Kemudian mengamalkan ilmu tersebut sehingga jiwa menjadi bersih dan suci serta menumbuhkan kesabaran.
Penulis : Wawan Idris
Sumber: almanhaj.or.id