Oleh Dr. Supriyanto Dj. Manguntaruno
(E-mail: hujandikm97@gmail.com)
CUKUP menyedihkan, kesannya, menyaksikan fakta bahwa sebagian besar (60,83%) mutu pendidikan Kabupaten Indramayu berdasarkan hasil akreditasi untuk Jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD dan sederajat) di akhir tahun 2024 berada pada posisi “di bawah baik” alias “cukup”.
Kesan ini berasal dari data hasil akreditasi atas 314 lembaga pendidikan Jenjang PAUD dan sederajat yang berlokasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu Tahun 2024, yang mayoritas (191 satuan pendidikan) nilai akreditasinya berada di level “C” (60,83%), dan 118 satuan pendidikan di level “B” (37,58%).
Bahkan lembaga pendidikan yang nilai akreditasinya di bawah “C” itu pun masih ada, yaitu 5 satuan pendidikan (1,59%) diantaranya bernilai “TT” alias “Tidak Terakreditasi”.
Jika kriteria PAUD dan sederajat yang berkualitas adalah yang standar nilai akreditasinya dibanderol dengan level akreditasi minimal Baik (B), maka bisa dikatakan bahwa mutu PAUD Kabupaten Indramayu berada dalam posisi “sebagian besar tidak berkualitas”.
Terus: apa masalahnya jika tidak berkualitas? Toh, sekian banyak PAUD yang dinilai tidak berkualitas tersebut tetap masih boleh beroperasi, tidak dibubarkan, dan tetap dijadikan pilihan untuk mendidik anak-anak masyarakat di sekitar lokasi PAUD tersebut berada.
Memang iya sih: tidak ada pengaruh apa-apa, khususnya terhadap lembaga PAUD itu sendiri jika diukur dari sisi jumlah murid barunya yang tidak akan berkurang karena memang berasal dari sekitar lembaga pendidikan tersebut.
Selain itu, sebagian besar orangtua murid tidak peduli dengan status akreditasi (mungkin karena tidak paham apa itu akreditasi).
Namun, bagaimana jika yang dipertimbangkan adalah kualitas generasi muda Kabupaten Indramayu di masa depan nanti, jika tidak dilayani secara berkualitas sejak menjalani pendidikan dan pengajaran di jenjang PAUD?
Jika sebagian besar anak-anak Kabupaten Indramayu menjalani Jenjang PAUD dengan tidak berkualitas, tentu pada saatnya nanti akan ada gap.
Setidaknya akan terjadi semacam “potongan masa yang hilang” dalam sejarah pendidikan anak-anak Indramayu ke depannya.
Boleh jadi mereka bernasib baik saat menjalani pendidikan di jenjang lebih tinggi setelah PAUD. Misalnya, saat belajar di jenjang SD/MI mereka berkualitas, SMP/MTs bahkan SMA/SMK/MA mereka pun berkualitas pula.
Namun, dalam hal komparasi atau perbandingan dengan Kabupaten/Kota lain, jelas ini akan menimbulkan kerugian. Kerugian dalam hal apa?
Tentu dalam hal daya saing, dalam arti mereka bersaing dengan lulusan lain yang menjalani proses pendidikan PAUD secara berkualitas.
Ini didasari asumsi bahwa PAUD berkualitas menentukan kualitas peserta didik di jenjang-jenjang pendidikan berikutnya.
Implikasinya, setelah mereka lulus nanti, dalam persaingan memperebutkan pekerjaan atau menduduki profesi kompetitif itulah peluangnya menjadi kecil, setidaknya menjadi selalu terkalahkan oleh para lulusan yang pernah menjalani pendidikan PAUD dengan lebih berkualitas.
Salah satu indikator kualitas itu adalah jenjang atau level akreditasi lembaga/sekolahnya (jika level B berarti baik atau berkualitas, dan di bawah B berarti “tidak berkualitas” atau “berkualitas rendah”).
Jadi penekanannya ada pada asumsi tersebut, yaitu hal ini hanya berlaju jika dan hanya jika mutu/kualitas pendidikan jenjang PAUD akan mempengaruhi secara signifikan terhadap kualitas pendidikan di jenjang berikutnya.
Artinya jenjang PAUD mempengaruhi mutu pendidikan anak di Jenjang SD/MI, dan seterusnya.
Kondisi sebaliknya adalah tidak ada pengaruh mutu pendidikan jenjang PAUD terhadap mutu pendidikan jenjang SD/MI dan seterusnya (faktanya: kondisi yang sebaliknya ini diragukan oleh banyak pakar pendidikan, khususnya pakar Pendidikan Anak Usia Dini).
Jika kondisi sebaliknya ini diterima (artinya tidak ada pengaruh hasil pendidikan jenjang PAUD terhadap jenjang berikutnya), maka sama saja dengan mengatakan bahwa “Pendidikan Jenjang PAUD Tidak Penting”.
Faktanya, belum lama ini Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah pengganti Bapak Nadiem Makarim, menyatakan bahwa PAUD itu penting.
PAUD Akan Menjadi Pendidikan Wajib
Memang terasa aneh jika ada yang menyatakan “PAUD dan sederajat tidak penting”. Di era pemerintahan Presiden (Yang Mulia) Bapak Prabowo Subianto, jenjang pendidikan mendasar yaitu PAUD dan sejenisnya akan diwajibkan.
Hal ini bisa dikonfirmasi dari pernyataan Yth Bapak Prof. Dr. Abdul Mu’ti (Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah) saat menjawab wawancara khusus dari wartawan.
Pak Menteri menyatakan di situ bahwa “… PAUD itu sebenarnya pendidikan formal, jadi kalau dulu TK itu bersifat opsional, nanti menjadi wajib” (Wawancara Khusus Abdul Mu’ti: Perbaikan demi Pendidikan Bermutu untuk Semua, Kompas, Kamis, 12 Desember 2024).
Kebijakan untuk mewajibkan jenjang pendidikan dasar (PAUD, TK, dan sejenisnya) dilakukan sebagai salah satu realisasi dari pesan yang disampaikan Presiden sejak Pak Menteri (sebelum menjabat) dipanggil untuk membantu Presiden di Kertanegara.
Saat itu Presiden Prabowo berpesan untuk membenahi pendidikan dasar dan menengah dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan membangun generasi Indonesia yang kuat.
Itulah sebabnya, Jenjang PAUD akan menjadi jenjang yang diwajibkan bagi anak-anak Indonesia.
Jika Kabupaten Indramayu ingin senada dengan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, maka upaya serius untuk meningkatkan kualitas satuan pendidikan PAUD, KOBER (Kelompok Bermain), SPS, BAMBIM (Bina Anak Muslim Berbasis Masjid), dan TK (Taman Kanak-Kanak) menjadi keharusan.
Semoga, para pimpinan daerah akan memberikan perhatian serius pula untuk peningkatan mutu pendidikan di Kabupaten Indramayu, khususnya di jenjang PAUD. Ini penting agar Kabupaten Indramayu dapat memposisikan daya saingnya di Jawa Barat dan di Indonesia. ***
Penulis adalah salah seorang Pengamat Pendidikan, alumni Program Doktor (S3) pada Pascasarjana Universitas Negeri Semarang/UNNES, Indonesia, Asia Tenggara.