ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘ALAMIN. Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Syarat diterima ibadah yaitu ikhlas dan i’tiba atau sesuai contoh Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam.
Pada bulan Sya’ban ini banyak beredar ajakan untuk mengamalkan amalan yang tidak ada dalil atau dicontohkan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin dalam almanhaj.or.id menjelaskan ada lima jenis amalan yang kerap dilakukan ummat Islam namun tidak ada dalil dan contohnya. Itulah sebabnya harus diabaikan.
Pertama, Puasa Nisfu Sya’aban
DaliI tentang puasa nisfu Sya’ban telah dihukumi sebagai hadits palsu oleh penulis kitab al Mannâr. Beliau rahimahullah mengatakan, ‘Yang benar, hadits itu maudhu’ (palsu), karena dalam sanadnya terdapat Abu Bakr, Abdullah bin Muhammad, yang dikenal dengan sebutan Ibnu Abi Bisrah.
Imam Ahmad rahimahullah dan Yahya bin Ma’in rahimahullah mengatakan, ‘Orang ini pernah memalsukan hadits.”
Berdasarkan penjelasan ini, maka puasa khusus pada pertengahan Sya’bân itu bukan amalan sunat. Karena berdasarkan kesepakatan para ulama’, hukum syari’at tidak bisa ditetapkan dengan hadits-hadits yang derajatnya berkisar antara lemah dan palsu.
Kedua, Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban
as-Syaukâni rahimahullah menyebutkan bahwa dalam riwayat ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma tersebut ada kelemahan dan sanadnya terputus. Syaikh Bin Bâz rahimahullah menyebutkan bahwa ada beberapa hadits lemah yang tidak bisa dijadikan pedoman tentang keutamaan malam nisfu Sya’bân.
Ketiga, Shalat Pada Malam Nisfu Sya’ban
Untuk masalah ini ada tiga tingkatan, pertama, shalat yang dikerjakan oleh orang yang terbiasa melakukannya diluar malam nisfu Sya’bân. Seperti orang yang terbiasa melakukan shalat malam.
Jika orang ini melakukan shalat malam yang biasa dilakukannya diluar malam nisfu Sya’bân pada malam nisfu Sya’bân tanpa memberikan tambahan khusus dan dengan tanpa ada keyakinan bahwa malam ini memiliki keistimewaan, maka shalat yang dikerjakan orang ini tidak apa-apa.
Alasannya karena ia tidak membuat-buat suatu yang baru dalam agama Allâh Azza wa Jalla.
Tingkatan kedua, shalat yang khusus dikerjakan pada malam nisfu Sya’bân. Ini termasuk bid’ah. Karena tidak ada riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan, atau mengerjakannya begitu juga dengan para shahabatnya.
Tingkatan ketiga, dikerjakan malam itu satu shalat khusus dengan jumlah tertentu dan ini dilakukan tiap tahun. Maka ini lebih parah daripada tingkatan kedua dan lebih jauh dari sunnah.
Riwayat-riwayat yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits palsu. As-Syaukâni rahimahullah mengatakan, “Semua riwayat tentang shalat malam nisfu Sya’bân ini adalah riwayat bathil dan palsu.”
Keempat, Tersebar di Masyarakat Bahwa Pada Malam Nisfu Sya’ban itu Ditentukan Apa yang Akan Terjadi Tahun itu.
Ini kabar yang bathil. Malam penentuan takdir kejadian selama setahun itu yaitu pada malam qadar (lailatul Qadar). Allâh berfirman.
“Haa miim. Demi Kitab (al Qur’ân) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah“. [ad-Dukhân/44:1-4].
Malam diturunkannya al-Qur’ân adalah lailatul qadar. Allâh berfirman. “Sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Qurân) pada malam kemuliaan. [al-Qadr/97:1]
Yaitu pada bulan Ramadhân. Karena Allâh Azza wa Jalla menurunkan al-Qur’an pada bulan itu. Allâh Azza wa Jalla berfirman, “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al Qur’ân.” [al-Baqarah/2:185]
Kelima, sebagian orang membuat makanan pada hari Nisfu Sya’ban dan membagikannya kepada fakit miskin.
Ini yang mereka namakan ‘asyiyâtul wâlidain. Perbuatan ini juga tidak ada dasarnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Sehingga mengkhususkan amalan ini pada nisfu Sya’bân termasuk amalan bid’ah yang telah diperingatkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Semua bid’ah itu sesat.”
Penulis : Wawan Idris
Sumber: almanhaj.or.id.