MHNEWS.ID.- Migrain merupakan salah satu jenis nyeri kepala primer yang sering dialami masyarakat, terutama kalangan perempuan.
Gejalanya dapat berupa nyeri berdenyut pada salah satu sisi kepala, disertai mual, muntah, serta sensitivitas terhadap cahaya dan suara.
Beberapa studi menyebutkan bahwa migrain lebih banyak dialami oleh wanita dibandingkan pria. Perbedaan ini diduga berkaitan dengan fluktuasi hormon reproduksi, terutama hormon estrogen.
Migrain dan perubahan kadar estrogen
Mengutip jurnal The Journal of Headache and Pain, penurunan kadar hormon estrogen yang terjadi menjelang menstruasi dapat memicu migrain.
Fenomena ini dikenal sebagai estrogen withdrawal dan menjadi salah satu penyebab utama migrain menstruasi pada wanita.
Selain itu, perubahan kadar hormon yang terjadi selama masa ovulasi dan menopause juga disebut memengaruhi sistem saraf pusat, khususnya mekanisme pengolahan nyeri di otak.
Hal ini turut meningkatkan sensitivitas terhadap pemicu migrain lainnya.
Dalam publikasi National Center for Biotechnology Information (NCBI) melalui jurnal Frontiers in Neurology, dijelaskan bahwa estrogen memiliki peran dalam modulasi neurotransmitter seperti serotonin.
Ketidakseimbangan hormon ini dapat mengubah ambang nyeri dan memicu serangan migrain.
Menurut dr. Azaria, migrain merupakan kondisi yang perlu ditangani secara maksimal, tidak hanya dengan obat.
“Biasanya kami memberikan kombinasi terapi, termasuk terapi relaksasi, manajemen stres, hingga edukasi gaya hidup,” ujarnya sebagaimana dilansir Kompas.com.
Ia menambahkan bahwa pasien dianjurkan untuk mencatat pola serangan migrain, termasuk kapan muncul, apa pemicunya, serta obat yang efektif meredakan gejala. “Dengan begitu, terapi bisa lebih terarah dan personal,” tambahnya.
Strategi penanganan migrain
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membantu mengelola migrain antara lain: Menghindari pemicu seperti makanan tertentu (misalnya cokelat, keju tua, MSG, kopi, dan alkohol), stres berlebihan, serta gangguan pola tidur.
Mencatat pola migrain guna membantu dokter dalam menentukan terapi yang tepat.
Konsultasi rutin dengan dokter, terutama jika frekuensi migrain meningkat atau nyeri dirasa semakin berat.
Terapi hormonal dapat menjadi pilihan dalam kasus tertentu, namun penggunaannya harus diawasi secara medis.
Migrain memang bukan kondisi yang mengancam nyawa, namun jika tidak ditangani dengan tepat, bisa berdampak pada kualitas hidup penderitanya. Oleh karena itu, deteksi dini dan penanganan yang sesuai sangat dianjurkan.
Penulis: Nia Herlina [Pengurus PKK Kabupaten Indramayu]