MHNEWS.ID.- Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Dr. Somawijaya, menegaskan korban keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) bisa menggugat.
“Keracunan bisa ditelaah dari aspek pidana maupun perdata, dan korban memiliki dasar hukum untuk menuntut pertanggungjawaban jika unsur kelalaian atau kesengajaan terbukti,” tegasnyanya dalam keterangan tertulis, Kamis (25/9/2025).
Somawijaya mengatakan, faktor-faktor yang diduga memicu kasus ini antara lain kualitas bahan baku yang tidak terjamin dan proses pengolahan yang tidak sesuai standar higienitas.
Selain itu juga disebabkan lamanya penyimpanan dan distribusi yang menyebabkan makanan basi atau terkontaminasi, serta lemahnya pengawasan terhadap penyedia jasa katering.
“Semua hal tersebut pada dasarnya merupakan bentuk kelalaian apabila dapat dibuktikan bahwa pihak penyedia atau pengawas tidak menjalankan kewajiban sesuai standar operasional (SOP),” jelasnya.
Dr. Soma menjelaskan bahwa kelalaian atau culpa diartikan sebagai sikap kurang hati-hati atau tidak cermat yang mengakibatkan kerugian pada orang lain.
Sementara kesengajaan atau dolus terjadi jika ada pihak yang sudah mengetahui risiko namun tetap membiarkan atau menghendaki akibat yang membahayakan.
Dalam perspektif hukum pidana, Soma menyebut kasus keracunan massal MBG dapat dipandang sebagai tindak pidana.
Hal ini jika ada kesalahan berupa kelalaian atau bahkan kesengajaan dari pihak penyedia makanan atau pihak yang bertanggung jawab dalam pengolahan dan distribusi.
Misalnya, apabila dapur penyedia atau pihak distribusi mengetahui makanan sudah tidak layak konsumsi namun tetap mendistribusikannya, tindakan itu dapat dipandang sebagai perbuatan melawan hukum secara pidana.
“Apabila dalam proses investigasi ditemukan bukti atau petunjuk yang dapat membuktikan adanya hubungan kausalitas dan relevansi antara pihak penanggung jawab program MBG maupun penyedia makanan dengan masyarakat/siswa yang terdampak akibat dugaan keracunan, hal tersebut dapat menjadi dasar untuk menuntut pertanggungjawaban hukum baik secara pidana maupun perdata,” ujarnya.
Penulis: Wawan Idris