ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘ALAMIN. Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Tentu saja kita sangat menginginkan ibadah kepada Alloh Azza wa Jalla diterima dan berbuah pahala.
Pada tulisan sebelumnya sudah dijelaskan dua landasan syarat diterimanya ibadah, yaitu berdasarkan Qur’an dan hadist. Tulisan kali ini akan menyampaikan landasan dari perkataan para sahabat.
Para sahabat pun memiliki pemahaman bahwa ibadah semata-mata bukan hanya dengan niat ikhlas, namun juga harus ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagai dalilnya, kami akan bawakan dua atsar dari sahabat.
Pertama, perkataan ‘Abdullah bin ‘Umar. Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.”
Kedua, kisah ‘Abdullah bin Mas’ud.
Terdapat kisah yang telah masyhur dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika beliau melewati suatu masjid yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran.
Mereka bertakbir, bertahlil, bertasbih dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Ibnu Mas’ud mengingkari mereka dengan mengatakan:
“Hitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad! Begitu cepat kebinasaan kalian! Mereka sahabat nabi kalian masih ada.
Pakaian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya Muhammad? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan (bid’ah)?”
Mereka menjawab, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.”
Lihatlah kedua sahabat ini -yaitu Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud- meyakini bahwa niat baik semata-mata tidak cukup. Namun ibadah bisa diterima di sisi Allah juga harus mencocoki teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa ibadah baik itu shalat, puasa, dan dzikir semuanya haruslah memenuhi dua syarat diterimanya ibadah yaitu ikhlas dan mencocoki petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sehingga tidaklah tepat perkataan sebagian orang ketika dikritik mengenai ibadah atau amalan yang ia lakukan, lantas ia mengatakan, “Menurut saya, segala sesuatu itu kembali pada niatnya masing-masing”.
Ingatlah, tidak cukup seseorang melakukan ibadah dengan dasar karena niat baik, tetapi dia juga harus melakukan ibadah dengan mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga kaedah yang benar “Niat baik semata belum cukup.”
Sebab-sebab Munculnya Amalan Tanpa Tuntunan
Pertama, tidak memahami dalil dengan benar.
Kedua, tidak mengetahui tujuan syari’at.
Ketiga, menganggap suatu amalan baik dengan akal semata.
Keempat, mengikuti hawa nafsu semata ketika beramal.
Kelima, berbicara tentang agama tanpa ilmu dan dalil.
Keenam, tidak mengetahui manakah hadits shahih dan dho’if (lemah), mana yang bisa diterima dan tidak.
Ketujuh, mengikuti ayat-ayat dan hadits yang masih samar.
Kedelapan, memutuskan hukum dari suatu amalan dengan cara yang keliru, tanpa petunjuk dari syari’at.
Kesembilan, bersikap ghuluw (ekstrim) terhadap person tertentu. Jadi apapun yang dikatakan panutannya (selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), ia pun ikuti walaupun itu keliru dan menyelisih dalil.
Inilah di antara sebab munculnya berbagai macam amalan tanpa tuntunan (baca: bid’ah) di sekitar kita. Semoga Allah Azza wa Jalla memudahkannya. [selesai]
Penulis : Wawan Idris
Sumber : rumaysho.com