MHNEWS.ID.- Tak butuh lama dan langsung dibayar kontan, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menjawab kritik anggota Komisi VIII DPRD Athalia Praratya.
Diketahui, istri mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil itu menyoroti kapasitas jumlah rombongan belajar (rombel) hingga 50 siswa di beberapa SMA di Jawa Barat.
Penambahan kapasitas rombel tersebut merupakan kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi yang populer dengan sebutan Bapak Aing atau Kang Dedi Mulyadi (KDM).
Dedi pun lantas memberi penjelasan atas kritik Athalia tersebut. Gubernur Dedi menegaskan, kebijakan tersebut dilakukan dengan terpaksa demi mencegah anak-anak putus sekolah.
“Buat Ibu Athalia, saya mengucapkan terima kasih atas kritik dan perasaan prihatinnya terhadap ruang kelas di Jawa Barat yang diisi oleh 43-50 orang siswa,” ujar Dedi.
“Dan tidak semuanya, Bu, hanya 38 sekolah yang merekrut 43-50 siswa. Dan itu pun kami lakukan terpaksa,” ujar Dedi melalui video yang diunggah di media sosial, Sabtu (2/8/2025).
Dedi menjelaskan, sebagian besar siswa yang masuk dalam rombongan besar itu tinggal dekat dengan sekolah.
Jika mereka dipindahkan ke sekolah lain yang jauh, dikhawatirkan mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan.
“Dibanding mereka tidak sekolah. Mereka tinggal rumahnya dekat sekolah. Jadi kalau dia harus bergeser ke tempat lain yang jauh, bisa jadi mereka putus sekolah,” kata Dedi.
Mantan anggota DPR RI itu juga menanggapi perbandingan Athalia antara sekolah negeri di Jawa Barat dengan Sekolah Rakyat yang hanya memiliki 25 siswa per kelas.
“Tidak bisa juga, Ibu sebagai Komisi Bidang Sosial memperbandingkan dengan Sekolah Rakyat yang kelasnya 25,” sanggah mantan Bupati Purwakarta dua periode ini.
“Sekolah Rakyat mendapat atensi khusus dari Bapak Presiden dan sebagai bentuk kepedulian Bapak Presiden mengangkat derajat anak-anak miskin untuk tumbuh menjadi kelas menengah baru Indonesia. Dan saya sangat mendukung kebijakan itu,” tegasnya.
Menurut Dedi, jumlah lulusan SMP di Jawa Barat yang hendak melanjutkan ke SMA dan SMK sangat besar, sementara daya tampung sekolah negeri masih sangat terbatas.
“Kita harus menampung jumlah siswa hampir 800.000. Dan yang terserap oleh sekolah pemerintah juga tidak semuanya. Hanya 40 persen dari total siswa yang dihasilkan,” ungkapnya.
Penulis: Wawan Idris


