ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘ALAMIN. Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Allâh Azza wa Jalla akan memberikan balasan kepada hamba-hambanya yang beribadah dengan ikhlas berupa pahala yang besar pada hari kiamat nanti.
وَمَا تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿٣٩﴾ إِلَّا عِبَادَ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ ﴿٤٠﴾ أُولَٰئِكَ لَهُمْ رِزْقٌ مَعْلُومٌ ﴿٤١﴾ فَوَاكِهُ ۖ وَهُمْ مُكْرَمُونَ ﴿٤٢﴾ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ ﴿٤٣﴾ عَلَىٰ سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ ﴿٤٤﴾ يُطَافُ عَلَيْهِمْ بِكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ
“Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan. Tetapi hamba-hamba Allâh Azza wa Jalla yang dibersihkan (dari dosa), mereka itu memperoleh rezki yang tertentu, yaitu buah-buahan.
Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan. Di dalam surga-surga yang penuh ni’mat. Di atas tahta-tahta kebesaran berhadap-hadapan. Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamar dari sungai yang mengalir.” [ash-Shaffât: 39-45]
Itulah pahala bagi orang yang berbuat ikhlas, yaitu orang-orang yang memurnikan amal-amal mereka hanya untuk Allâh Azza wa Jalla, bukan untuk yang lain seperti berhala atau karena riya.
Makna ini berdasarkan qirâ’ah (bacaan) yang mengkasrah huruf laam pada kata al-mukhlishin. Dan ini adalah qirâ’ah yang mutawatir. Di antara para Ulama yang membaca dengan cara ini adalah Imam Ibnu Katsîr, Abu ‘Umar, Ibnu ‘Amir dan Ya’qûb.
Di antara buah keikhlasan dan keberkahannya adalah kesungguh-sungguhan pelakunya dalam melakukan ketaatan akan diberi pahala, meskipun amalnya kurang atau tidak mampu beramal. Yahya bin Katsîr berkata, “Pelajarilah niat, karena sesungguhnya ia lebih mendasar daripada amalan itu sendiri.” [Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam, 1/70.]
Sementara kehilangan keikhlasan akan menyebabkan pelakunya tetap berdosa, meskipun ia mengerjakan amalan yang paling utama. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla telah memberikan ancaman bagi orang-orang yang berbuat riya’ dalam shalatnya, dengan firman-Nya:
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” [al-Mâ’ûn: 4-7]
Renungkanlah! Bagaimana Allâh Azza wa Jalla mengancam orang-orang yang riya’ dalam shalatnya, padahal shalat itu amalan yang sangat utama dan mempunyaai kedudukan yang agung dalam agama.
Di antara buah keikhlasan di dunia adalah Allâh Azza wa Jalla akan menjaga pelakunya dari perkara-perkara keji dan maksiat. Sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla tentang kisah Nabi Yûsuf.
كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”. [Yûsuf: 24].
Ini menurut qirâ’ah Ibnu Katsîr, Abu ‘Umar, Ibnu ‘Âmir, dan Ya’qûb, di mana mereka membaca dengan mengkasrah huruf lâm. Berdasarkan qira’ah ini, penjagaan Allâh Azza wa Jalla kepada Nabi-Nya Yûsuf dari kekejian karena sebab keikhlasan amalannya kepada Allâh.
Penulis : Wawan Idris
Sumber: https://almanhaj.or.id