ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘ALAMIN. Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Menyaksikan para sahabat menginfaqkan hartanya, Ulbah bin Zaid semakin sedih. Ia yang sangat fakir tidak mampu bersedekah walau sebutir kurma.
Apa yang dirasakan oleh Ulbah selain kesedihan yang sangat. Apa yang bisa diperbuat sementara ia tidak punya apa-apa, sementara orang berbondong berinfaq. Melihat hal itu pulanglah Ulbah membawa semua kesedihannya.
Berbeda dengan zaman sekarang, ribuan bahkan jutaan orang membawa kesedihan dunia. Sedih karena tidak memiliki kendaraan bagus, rumah mewah, tabungan ratusan juta, emas berkilogram, jabatan tinggi, dan harta dunia lainnya.
Tetapi Ulbah bun Zaid, si fakir yang sangat fakir itu pulang membawa kesedihan karena teringat akhirat. Ia sedih memikirkan saat di akhirat di mana nanti hendak di tempatkan oleh Alloh Azza wa Jalla. Apakah di surga ataukah neraka?
Ketika senja telah berlalu dan malam pun tiba, Ulbah berusaha memejamkan matanya. Tapi bagaimana mau memejamkan mata sementara hati masih diliputi kesedihan karena tak mampu bersedekah. Hatinya gundah lantara memikirkan akhirat.
Di atas tikar yang lusuh dan robek-robek Ulbah hanya membolak-balikkan badannya. Ia begitu gelisah. Sementara malam kian larut dan kantuk tak juga meredakan kesedihannya.
Karena tak juga tidur, Ulbah bin Zaid lalu bangun. Lantas Ulbah berwudhu dan melaksanakan sholat malam. Ia pasrahkan seluruh jiwa, raga, hatinya kepada Alloh Azza wa Jalla. Ia bermunajat dan mengadukan segala kesedihannya dan kegelisahannya kepada Alloh Azza wa Jalla.
Sebagai orang beriman, Ulbah bin Zaid hanya mau mengadu segala sesuatu kepada Alloh Azza wa Jalla. Ia melakukannya sebagaimana Nabi Ya’qub A.S.. “Hanya kepada Alloh aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku…” (Q.S. Yusuf: 86).
Dalam sholatnya dia pun menangis. Ulbah mengadukan semua keluhan dan kegundahannya dengan menangis kepada Rabb Yang Memiliki isi langit dan bumi. Ulbah sebutkan kefaqirannya, kelemahannya, dan ketidakberdayaannya.
Dalam sholatnya Ulbah minta kepada Alloh Azza wa Jalla, jangan sampai kefaqirannya dan ketidakmampuannya berinfaq pada persiapan Perang Tabuk itu menggeser kedudukannya dibanding sahabat-sahabatnya kelak di surga.
Ulbah memohon dengan sepenuh hati, ketulusan, keimanan, dan keyakinan akan pertolongan Alloh Azza wa Jalla. “Ya Rabb…, jikalau aku Engkau buat susah di dunia, janganlah pula Engkau jauhkan aku dari surgamu,” demikian Ulbah memanjatkan doanya.
“Ya Alloh, engkau perintahkan kami untuk berjihad, engkau perintahkan kami untuk berangkat ke Tabuk, sedangkan engkau tidak memberikan aku sesuatu apapun untuk bekal berangkat berperang bersama Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam-Mu,” ungkap Ulbah.
“Ya Rabb…, maka malam ini saksikanlah, ya Alloh, ya Rabb, sesungguhnya aku telah bersedekah kepada setiap muslim dari perlakuan zhalim mereka terhadap diriku, maka inilah kehormatanku, aku infaqkan di jalan-Mu,” ungkapnya lagi dengan sepenuh jiwa.
“Ya Rabb…, jika ada seorang muslim menghinakan dan merendahkan diriku, maka aku infaqkan itu semua di jalan-Mu. Ya Rabb…, tidak ada yang dapat aku infaqkan sebagaimana orang lain telah berinfaq,” air mata ubah mengalir menyertai kesedihannya.
“Kalau sekiranya aku punya sebagaimana mereka punya, akan aku infaqkan untuk-Mu. Maka saat ini yang aku punya hanya kehormatan sebagai seorang muslim. Ya Rabb…, kalau engkau bisa menerimanya, maka saksikanlah kehormatan ini aku sedekahkan untuk-Mu malam ini…” tangis Ulbah tak bisa ditahan.
Alangkah jernihnya doa Ulbah bin Zaid. Doa yang keluar dari hati seseorang yang tidak punya apapun di dunia ini melainkan kehormatan. Alangkah agungnya ucapan Ulbah di malam hari yang gelap itu.
Dan doanya pun terangkat ke langit ke tujuh. Menggetarkan Arsy Alloh Azza wa Jalla. Dan di mata Alloh Azza wa Jalla sedekah Ulbah jauh lebih mulia daripada sedekah lainnya, yaitu sedekah kehormatan sebagai seorang muslim.
Esok shubuhnya, Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam memimpin sholat berjama’ah. Dalam jamaah hadir pula Ulbah bin Zaid. Ia telah melupakan air mata yang tumpah bercucuran di tikar lusuhnya tadi malam. Air matanya pun tak besisa karena telah dibasuh air wudhu.
Akan tetapi Alloh Azza wa Jalla tidak pernah lupa, Alloh Azza wa Jalla tidak pernah menyia-nyiakan doa hamba-Nya. Aduan Ulbah di tempat sepi di atas tikar lusuh dan robek-robek itu dikabarkan-Nya kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam melalui Malaikat Jibril.
Selesai sholat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pun berdiri kemudian Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bertanya. “Siapakah yang tadi malam telah bersedekah? Hendaklah berdiri!”
Tak seorang pun menjawab pertanyaan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam juga tak seorang pun yang berdiri, termasuk Ulbah bin Zaid. Ia pun tidak merasa bahwa dirinya telah bersedekah.
Karena tidak ada yang menjawab lalu Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mendekati Ulbah dan berkata, “Sungguh ya Ulbah, sedekahmu malam tadi telah diterima oleh Allah Azza wa Jalla sebagai sedekah yang maqbul…!”
Alangkah kagetnya Ulbah. “Benarkah ya Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam! Benarkah sedekahku yang tadi malam yang tidak ada apa-apanya itu diterima Alloh?” tanyanya penasaran. “Ya, Ulbah. Sedekahmu telah diterima Alloh Azza wa Jalla,” Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam memastikan.
Maka Nabi pun menyerahkan enam ekor unta kepada Ulbah bin Ziad dan tujuh orang temannya untuk berangkat ke medan jihad, peperangan Tabuk. Dan atas izin Alloh Azza wa Jalla kaum muslimin, memenangkan perang itu. Negara-negara boneka Romawi pun menyerah kepada Kaum Mulimin.
Penulis : Wawan Idris
Sumber : darunnajah.ac.id